Acara Worshop Penulisan PUSMAJA Mbojo-Yogyakarta

Informasi Workshop Penulisan PUSMAJA.
Dasar Pemikiran
 “Jikalau kamu bukan anak seorang Raja dan engkau bukan anak Ulama Besar, maka menulislah” (Imam Al- Ghazali)

Kata-kata dari Imam Al- Ghazali tersebut di atas sangatlah inspiratif. Ini memberikan gambaran bagaimana pentingnya menulis. Banyak tokoh-tokoh besar di kenal oleh dunia akan karya-karyanya maupun pemikirannya melalui tulisan. Apa jadinya jika pemikiran mereka tersebut tidak pernah ditulis? Mungkin kehidupan sekarang tidak pernah seperti ini. Telah banyak bukti bagaimana tulisan-tulisan mampu menjadi sarana untuk menggugah maupun mengubah sejarah dunia. Terutama di era sekarang ini, tulisan telah menjadi sarana untuk mentransformasikan pemikiran seseorang kepada masyarakat luas.

Dalam konteks keindonesiaan, para founding father kita menjadikan tulisan sebagai media perlawanan terhadap penjajah di Ibu pertiwi, bahkan karena tulisanlah, pemikiran-pemikiran mereka masih terus hidup dan bertahan hingga saat ini. Seorang Kartini misalnya, tanpa menulis Kartini tidak akan pernah menjadi apa-apa dan akan terlupakan oleh sejarah. Melalui surat yang sangat fenomenal “Habis Gelap Terbitlah Terang” inilah pemikiran-pemikiran kartini tentang emansipasi perempuan bisa dikenal oleh dunia. Ini menjadi bukti bahwa menulis memiliki peran sangat strategis dalam upaya menyampaikan sesuatu yang khas dan langsung mengena pada objek sasaran.

Berlandaskan pemikiran diatas, kami dari Pusat Studi Mahasiswa Pascasarjana (PUSMAJA) Mbojo-Yogyakarta tergerak hatinya untuk mencoba memberi warna budaya baru dalam kancah ke-Mbojo-an yang mana pada umumnya Mbojo dikenal dengan budaya tutur untuk mempertahankan kisah, mitos dan realita hidup masa lampau. Hal yang demikian dikemas dalam bentuk Workshop Penulisan dengan mengangkat tema “Pelembagaan Budaya Menulis: Upaya Mempercepat Pembangunan Dana Mbojo”.  Sejalan juga dengan Visi PUSMAJA Mbojo-Yogyakarta sebagai wadah bersama untuk mengelola kapasitas sumber daya manusia yang cerdas, profesional, kontributif, demokrasi dan religius.

Nama Kegiatan
Nama kegiatan ini adalah Workshop Menulis Pusat Studi Mahasiswa Pascasarjana (PUSMAJA) Mbojo – Yogyakarta.

Tema Kegiatan
Tema kegiatan ini adalah “Pelembagaan Budaya Menulis, Upaya Mempercepat Pembangunan Dana Mbojo”.

Tujuan dan Target Kegiatan
1. Tujuan :
-  Menumbuhkan budaya menulis mahasiswa
- Mempercepat pembangunan dana mbojo dengan budaya menulis.
2. Target Jangka Pendek : Penulisan Esai dan Artikel
3. Target Jangka Panjang : Penulisan Buku

Sasaran Kegiatan
Saran kegiatan ini adalah Mahasiswa Pascasarjana (S-3 & S-2) dan Sarjana (S-1) yang berasal dari Kabupaten Bima, Kota Bima, dan Kabupaten Dompu.

Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan ini akan dilaksanakan pada tanggal 23-24 April 2016, bertempat di Gedung Pelatihan Kementerian Dalam Negeri Yogyakarta (Alamat: Jln. Melati Kulon No. 1, Kelurahan Baciro, Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta).

Para Pemateri
1. Drs. H. Ahmad Luthfie, MA (Wakil Pemimpin Redaksi Koran Kedaulatan Rakyat Yogyakarta) dengan materi penyampaian “Pengantar dan Teknik Menulis”.
2. Hasrul Buamona, S.H., M.H. (Penulis, Dosen, Advokat, Mahasiswa Doktor) dengan materi penyampaian “Motivasi dan Kekuatan Menulis”.
3. Eko Prasetyo, S.H. (Direktur Badan Pekerja Sosial “Social Movement Instiute) dengan materi penyampaian “Tulisan sebagai Media Transformasi dan Propaganda”.
4. Bambang Sigap Sumantri (Kepala Biro Kompas Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah) dengan materi penyampaian “Tips dan Trik Menulis di Media Massa”.
5. Nasrullah Ompu Bana (Direktur Penerbit Lengge Publishing) dengan materi penyampaian “Budaya Literasi untuk Pembangunan Dana Mbojo”.

Selain dibekali materi-materi, para peserta langsung digodong untuk melakukan praktek menulis langsung didampingi oleh para pemateri yang bersangkutan.

Persyaratan Perserta
1. Mahasiswa S1, S2, atau S3 yang berasal dari Kabupaten Bima, Kota Bima, dan Kabupaten Dompu.
2. Kuota peserta Workshop Menulis dibatasi maksimal 25 orang.
3. Calon peserta diharuskan mengirimkan tulisan sebagai pra-syarat menjadi peserta workshop.
4. Tulisan yang dikirimkan menjadi salah satu penilaian kelayakan peserta untuk mengikuti kegiatan workshop.
5. Peserta yang dinyatakan lulus diharuskan membayar biaya pelatihan sebesar Rp.50.000 (Lima Puluh Ribu Rupiah).
6. Peserta harus hadir 15 menit sebelum acara dimulai.
7. Peserta diharuskan mengikuti semua proses workshop dari awal hingga akhir.
8. Peserta yang tidak mengikuti salah satu atau sebagian dari prosesi workshop dinyatakan gugur.
9. Panitia berhak mencabut status peserta.
10. Konfirmasi keikutsertaan peserta minimal 3 hari sebelum kegiatan Workshop dimulai, jika tidak maka dinyatakan gugur.

Persyaratan Tulisan
1. Tulisan membahas topik aktual dan relevan yang terkait dengan Dana Mbojo.
2. Tulisan merupakan karya asli, bukan plagiasi, bukan saduran, bukan terjemahan, bukan sekadar kompilasi, bukan rangkuman pendapat/buku orang lain.
3. Hak cipta menjadi karya masing-masing peserta, namun panitia berhak memublikasikannya (baik di media PUSMAJA atau media Partner PUSMAJA) dengan tetap mencamtumkan nama peserta (penulisnya).
4. Panjang tulisan 500 - 800 kata (tidak termasuk sampul, judul dan referensi).
5. Tulisan ditulis di size kertas ukuran A4 dengan margin normal.
6. Ketentuan font Tahoma, font Size 12 dan spasi 1,5.
7. Wajib menyertakan data diri (Nama, Asal Daerah, Program Studi dan Kampus, serta Kontak HP/WhatsApp) pada halaman sampul.
8. Tulisan di kirimkan dalam format file dokumen Rich Text Format (.rtf).
9. Dikirim ke alamat e-mail PUSMAJA : pusmajambojojogja@gmail.com.
10. Tulisan yang telah dikirim akan dinilai oleh panitia sebagai syarat mengikuti kegiatan Workshop Penulisan.
11. Calon Peserta yang dinyatakan lolos sebagai Peserta Workshop Penulisan wajib menyerahkan print out tulisannya pada panitia maksimal sebelum Workshop Penulisan dimulai.
12. Calon Peserta yang tidak dinyatakan lolos, tulisannya tetap berpeluang untuk di publikasikan pada media PUSMAJA atau media Partner PUSMAJA.
13. Keputusan  panitia mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.

Informasi lebih lanjut mengenai acara ini, bisa menghubungi 087859686791 (Syarif). Bagi Para Donatur yang ingin berpartisipasi mensukseskan acara ini, dapan mendownload Proposal dan Permohonan Donatur acara ini dengan KLIK DISINI. (TIM Media PUSMAJA)

Info Workshop Penulisan PUSMAJA, Yuuk Ikuti!

Informasi kegiatan Workshop Penulisan Pusat Studi Mahasiswa Mbojo (PUSMAJA) Mbojo-Yogyakarta.

Bagi Para Donatur yang ingin berpartisipasi mensukseskan acara ini, dapan mendownload Proposal dan Permohonan Donatur acara ini dengan KLIK DISINI.

Meneropong Peran Tenaga Kesehatan Lingkungan dalam Pengendalian Tembakau

Muhammad Al-Irsyad, S.K.M.
www.pusmajambojojogja.or.id – Wacana pengendalian tembakau sangat berkaitan erat dengan rokok dan perokok. Perbincangan pengendalian tembakau di Indonesia menimbulkan banyak perdebatan, mulai dari hak asasi, dampak ekonomi akibat pengendalian tembakau, hinga dampak kesehatan yang ditimbulkan akibat rokok. Pengedalian tembakau di Indonesia haruslah menempuh jalan yang cukup terjal, mengingat laporan WHO mengatakan bahwa Indonesia adalah negara ketiga terbesar setelah China dan India dalam hal jumlah perokok. Padahal, konsumsi tembakau membunuh 1 orang setiap detik, dan angka kematian akibat rokok tersebut banyak terjadi di negara berkembang, yaitu hampir 4 kali lipat pada tahun 2000, di perkirakan akan meningkat 6,4 pada tahun 2030.[1]

Ini tentu menjadi hal yang cukup serius, mengingat bahaya yang diakibatkan oleh konsumsi tembakau. Maka dari itu pengendalian tembakau adalah sebuah kebutuhan mendesak. Ujung tombak dalam program pengendalian tembakau tentunya adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan memiliki tanggung jawab langsung mengingat bahaya akibat konsumsi tembakau berkaitan langsung dengan kesehatan. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan, dan hal tersebut harus disesuaikan dengan bidang kerjanya masing-masing. Bidang-bidang kesehatan harus bekerja sama dan beriringan dalam program pengendalian tembakau ini.

Bidang kesehatan lingkungan tentunya harus ikut ambil bagian dalam pengendalian tembakau di Indonesia. Dalam hal ini ialah tenaga kesehatan lingkungan, mengingat konsumsi tembakau pastinya berkaitan dengan lingkungan yang berdampak terhadap kesehatan masyarakat. Misalnya, konsumsi tembakau dalam hal rokok ternyata kemudian menimbulkan permasalahan lingkungan seperti sampah akibat putung rokok. Kemudian masalah lainnya berkaitan dengan kebersihan udara yang dihirup oleh masyarakat, udara yang bercampur asap rokok tentu sudah tercemar sehingga dapat menyebabkan penyakit. Melihat potensi masalah-masalah akibat konsumsi tembakau ini, pertanyaan yang harus dijawab ialah bagaimana peran tenaga kesehatan lingkungan dalam pengendalian tembakau?

Banyak hal yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan lingkungan dalam pengendalian tembakau. Dalam hal ini, yang perlu untuk diperhatikan secara serius oleh tenaga kesehatan lingkungan dalam pengendalian tembakau ialah perokok dan konsumsi. Dengan berkurangnya perokok dan konsumsi rokok tentu akan berpengaruh terhadap konsumsi tembakau. Sehingga, hal yang paling mungkin dilakukan  oleh tenaga kesehatan lingkungan ialah dengan menciptakan Kawasan Bebas Rokok (KTR).

Seperti diketahui, bahwa bahaya merokok bukan hanya berakibat pada perokoknya (perokok aktif), melainkan juga dengan orang yang terpapar oleh asap rokok tersebut (perokok pasif). Sehingga Menciptakan KTR merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah untuk melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok. Selain itu juga, masih rendahnya pemahaman masyarakat akan bahaya merokok sehingga orang-orang yang merokok ditempat umum masih di tolerasi, padahal orang yang tidak merokok memiliki hak untuk menghirup udara yang bersih, sehingga dengan hadirnya Kawasan Tanpa Rokok (KTR) bisa membatasi perokok untuk merokok ditempat-tempat dimana orang lain mungkin akan terpapar oleh bahaya asap rokok.[2]

Lebih daripada itu, dengan menciptakan KTR tentu akan menjadi bentuk pengendalian tembakau yang cukup efektif. Karena, penerapan KTR dapat membatasi ruang gerak perokok aktif, sehingga secara perlahan mulai berupaya untuk berhenti merokok. Penelitian membuktikan di Sumatera Barat, dengan hadirnya Peraturan Daerah (PERDA) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), mampu secara efektif menurunkan jumlah perokok aktif sebesar 51%.[3] KTR juga tidak hanya membatasi perokok melainkan juga produksi, penjualan, iklan, dan promosi. Dan tentunya ini akan mengurangi ruang gerak perusahaan rokok untuk menggiring masyarakat untuk merokok. Penelitian membuktikan iklan rokok memiliki korelasi yang kuat dengan peningkatan konsumsi rokok.[4]

Dan terakhir sebagai kesimpulan, tenaga kesehatan lingkungan memerlukan strategi agar menciptakan kawasan tanpa rokok bisa dilaksanakan secara efektif. Langkah strategi tersebut merupakan hasil kerjasama lintas sektoral, karena tanggung jawab pengendalian tembakau adalah tanggung jawab semua pihak, baik di tingkatan lokal hingga nasional. Kementerian Kesehatan RI, melalui bidang Promosi Kesehatan menetapkan langkah-langkah strategi dalam penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) agar bisa dilaksanakan secara efektif.[5] Antara lain:
1.  Upaya membuat peraturan daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
2.  Penyebarluasan Informasi tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) terhadap masyarakat.
3.  Pemberdayaan masyarakat untuk terlibat aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
4.  Monitoring dan evaluasi pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Tenaga kesehatan lingkungan merupakan bagian dari negara yang memiliki tanggung jawab moral dan intelektual untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Konsumsi tembakau adalah ancaman terhadap menurunnya derajat kesehatan masyarakat, sehingga perlu untuk dikendalikan penggunaannya.  Tenaga kesehatan lingkungan haruslah menjadi garda terdepan dalam upaya-upaya pengendalian tembakau demi kesehatan masyarakat. Terima Kasih.


Referensi:
[1] World Health Organization. WHO Report on The Global Tobacco Epidemic 2008: The Mpower Package. Geneva; 2008.
[2] Achadi A, Soerojo W, Barber S. The Relevance and Prospects of Advancing Tobacco Control in Indonesia. Health Policy (New York). 2005;72(3):333-349. doi:10.1016/j.healthpol.2004.09.009.
[3] Azkha N. Studi Efektivitas Penerapan Kebijakan Perda Kota Tentang Kawasan Tanpa Rokok ( KTR ) dalam Upaya Menurunkan Perokok Aktif di Sumatera Barat Tahun 2013. J Kebijak Kesehat Indones. 2013;02(04):171-179.
[4] Salim AD. IMC : Promosi , Iklan dan Sponsor Rokok Strategi Perusahaan Menggiring Remaja Untuk Merokok. BENEFIT J Manaj dan Bisnis. 2013;17(2012):58-65.
[5] Kementerian Kesehatan RI. Panduan Penggunan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) Di Bidang Kesehatan. Jakarta; 2012.


Penulis: Muhammad Al-Irsyad, S.K.M.
Koordinator Bidang Kajian dan Riset Pusat Studi Mahasiswa Pascasarjana (PUSMAJA) Mbojo-Yogyakarta

Peran Pustakawan dalam Meningkatkan Minat Baca Masyrakat: Mengurai Harapan di Balik Kenyataan

Iskandar, S.Sos.
Latar Belakang
www.pusmajambojojogja.or.id – Pesatnya perkembangan arus informasi yang terjadi di tengah kehidupan kita adalah merupakan sebuah wujud nyata  dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diciptakan oleh umat manusia. Perkembangan ini membawa pengaruh yang signifikan disegala aspek kehidupan, terutama dalam dunia pendidikan dan pengajaran hingga di tingkat perguruan tinggi.  Untuk itu lembaga pendidikan dan pengajaran dituntut dapat mengembangkan anak didiknya secara dinamis agar mampu mengikuti perkembangan arus ilmu pengetahuan yang terus  berubah. Serta menghasilkan lulusan yang memiliki intelektual  dan kompentensi kompleks dalam menghadapi  persaingan bersaing di dunia kerja, serta mampu menerjemahkan relitas sosial yang terjadi ditengah masyarakat guna menghasilkan solusi pemecahan masalah yang mengharah kepada kemaslahatan bersama. Pencapaian tersebut harus didukung dengan penyediaan sumber daya manusia yang memadai serta sarana perustakaan yang relavan dengan kebutuhan dari pengguna.

Sebagai lembaga  penyedia informasi  yang ikut andil dalam proses pencerdasan bangsa  seperti yang diamanahkan  dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 yaitu “… mencerdasakan kehidupan bangsa…”, serta di tegaskan kembali dalam Undang-Undang Pendidikan Nomor 22 Tahun 2003, yang merumuskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kecerdasan dan keterampilan budi pekerti, memperkuat kepribadian, mempertebal cinta tanah air agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan bangsa. Dikatakan pula dalam undang-undang tersebut pada pasal 4 ayat 5, menyatakan bahwa “pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya baca, menulis dan berhitung bagi segenap warga masyarakat akademis ”. Tekad dan landasan teori yang mendasar ini memberi petunjuk bagi kita dalam mewujudkan profil manusia Indonesia sebagai bangsa yang punya hak hidup dengan mutu yang cerdas, maka membina dan menumbuhkan kesadaran membaca merupakan suatu keharusan untuk dilaksanakan dimulai dengan membangun kebiasaan membaca. Dalam keterangan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat H.R Agung Laksono di Media Tempo pada Tanggal 12 Januari 2012, disebutkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah, prosentase minat baca masyarakat Indonesia hanya sebesar 0,01 persen. Artinya dalam 10.000 orang hanya 1 orang saja yang memiliki minat baca. Serta tingkat minat baca masyarakat Indonesia masih jauh ketinggalan dibanding negara lain seperti Jepang yang mencapai 45 persen sedangkan Singapura 55 persen.

Lebih lanjut  dalam Direktur Eksekutif Kompas Gramedia, Suwandi S Subrata, dalam jumpa pers usai pembukaan Gramedia Fair di Istora Senayan Jakarta, Rabu Tanggal 29 Februari 2012, disebutkan bahwa kondisi minat masyarakat Indonesia sangat memprihatikan, saat ini tercatat satu buku dibaca sekitar 80.000 penduduk Indonesia. Angka produksi buku di Indonesia sampai saat ini masih belum membanggakan dan masih setara dengan Malaysia dan Vietnam, padahal jumlah penduduk Indonesia lebih banyak, Tahun 2011 tercatat produksi buku di Indonesia sekitar 20.000 judul.

Dari sisi oplah, Indonesia memang lebih tinggi jika dibandingkan Malaysia. Untuk penerbit besar, umumnya satu buku dicetak sebanyak 3.000 eksemplar. Adapun di Malaysia sekitar 1.500 eksemplar per buku, atau hampir sama dengan penerbit kecil di Indonesia. Jika dibandingkan dengan penduduk Indonesia yang sekitar 240 juta, tentu angka-angka produksi buku di Indonesia masih belum masuk akal. Kira-kira satu buku dibaca 80.000 orang. Perkembangan minat baca masyarakat harus menjadi titik fokus perhatian  dari pustakawan dalam menjalan roda perpustakaan. Minat baca masyarakat berkembang apabila dekat dengan bahan bacaan, merasa senang membaca dan terpeliharanya rasa ingin tahu (curiousity). Dalam proses pemaknaan isi bahan bacaan.

Menurut Sutarno NS ( 2006:27) kedekatan bahan bacaaan merupakan faktor pertama yang menyebabkan tumbuhnya minat baca ditengah matinya budaya baca dikalangan masyarakat. Dalam pandangan Nurani Soyomukti, (2008:171)  bergesernya cara pandang masyarakat dalam manafsirkan esensi dari pendidikan, menyebabkan oreantasi belajar tidak lagi pada pencarian ilmu pengetahuan melainkan bertumpuh pada kesenangan semata. Dalam hal ini dibutuhkan peran pustakawan, dengan melihat keadaan perpustakaannya yang serba kekurangan sudah tentu selalu dituntut untuk bersikap aktif, kreatif, progresif dalam menjalankan misi perpustakaan secara nasional bahkan internasional.  Jikalau para mahasiswa telah tertarik untuk menggunakan jasa-jasa perpustakaan, maka pustakawan sebagai pemberi jasa harus berusaha memberikan pelayanan sebaik-baiknya dengan sikap ramah dan sopan santun agar menimbulkan kesan bahwa perpustakaan adalah suatu tempat pemberi jasa yang bersifat edukatif. Kebutuhan pemakai akan bahan-bahan pustaka harus mendapat perhatian sesuai dengan keinginan pemakai sehingga menimbulkan kepercayaan bahwa perpustakaan betul-betul merupakan sumber ilmu dan sumber informasi.

Menyadari akan tujuan dan fungsi perpustakaan yang cukup berat, maka Pustakawan sebagai pengelola perpustakaan harus memiliki kompentensi yang jelas. Ada suatu pendapat mengatakan bahwa “Library is Librarian” (Perpustakaan adalah Pustakawan). Pendapat ini menurut Labovitz dalam Masruri (2002:4) mengandung arti bahwa perpustakaan bukan lagi hanya merupakan tempat atau aspek fisik saja, tetapi lebih merupakan segenap aktifitas yang dimotori oleh pustakawannya. Maju mundurnya perpustakaan tidak lagi bergantung pada besar kecilnya gedung dan koleksi yang dimilikinya, akan tetapi bergantung pada kualitas sumber daya manusia atau pegawai perpustakaan   Dengan demikian, menurut Perpusnas (2002:1) pustakawan merupakan salah satu sumber daya yang menjadi penentu jalannya fungsi perpustakaan. Sejalan dengan itu semua Prabandari dalam Rimbarawa (2006:283) mengemukakan bahwa pustakawan diharapakan senantiasa terus mencari terobosan-terobosan baru dalam upaya peningkatan minat baca dan tetap konsisten untuk menganjurkan  kepada mahasiswa untuk membudayakan membaca, karena dengan begitu fungsi dari keberadaan perpustakaan akan terwujud  Keberadaan Pustakawan yang memiliki kualitas yang memadai dalam dunia perpustakaan dan informasi, serta cara pandang yang jauh lebih maju, tentu menjadi jawaban atas kegelisahan dari  pengguna dalam mencari sumber referensi yang berkualitas guna memenuhi kebutuhan informasinya. Dengan demikian perpustakaan bisa terus berotasi  mengikuti perkembangan dunia informasi yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu.

Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan  ini adalah:
1.   Faktor Apa Saja yang Menjadi Penghambat Usaha Pustakawan dalam Meningkatkan Minat Baca Masyarakat?
2. Langkah Apa Saja yang Dapat Dilakukan oleh Pustakawan dalam Meningkatkan Minat Baca Masyarakat?

Pustakawan
 Keberadaan pustakawan sebagai pengelola perpustakaan adalah merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan dan menjadi sesuatu yang padu. Urgensi pustakawan begitu terasa keberadaannya, ketika lembaga pengelola informasi ini dihadapakan dengan berbagai macam tugas dan tanggung jawab serta masalah yang diharus diselasaikan, kondisi ini kemudian menitiberatkan pustakawan sebagai yang bertanggungjawab atas penyelesaiaanya.

Di banyak tempat dan lembaga masih banyak ditemui persoalan-persoalan yang mengarah kepada ketidakpahaman pengelola lembaga dimana perpustakaan itu bernaung, terhadap esensi dari keberadaan pustakawan. Sehingga tidak jarang orang memunculkan stigma negatif terhadap keberadaan pustkawan sebagai sebuah profesi. Padahal pustakawan adalah merupakan sesuatu profesi yang sangat istimewa keberadaannya. Dimana mereka didekatkan dengan sumber-sumber informasi yang sangat dibutuhkan oleh banyak orang, untuk disebar luaskan kepada seluruh masyarakat tampa memandang warna kulit, suku, agama, ras, dan satus sosial dimana dia berada.
Munculnya stigma negatif pada sebagian orang dalam memandang pustakawan sebagai sebuah profesi, tentu berangkat dari ketidak mengertian mereka atas fungsi dan tugas dari seorang pustakawan. Sehingga sangat perlu kiranya untuk menjelaskan akan urgensi dari keberadaan pustakawan terhadap pemenuhan kebutuhan informasi bagi masyarakat, agar stigma negtif yang muncul ditengah masyarakat bisa dicerahkan.

Pengertian Pustakawan
Pustakawan Tentunya bertautan erat dengan kata pustaka. Bila akan didefinisikan , maka pustakawan adalah orang yang berhubungan dengan pustaka. Sedangkan pustaka adalah sinonim dari kata buku. Oleh  karena itu pustakawan selalu berhubungan dengan buku. Definisi Pustakawan menurut Organisasi Pustakawan Indonesia (IPI) dalam Iskandar (2011: 34) adalah orang yang memberikan dan melaksanakan kegiatan perpustakaan dalam usaha untuk memberikan layanan /jasa kepada masyarakat sesuai dengan misi yang diemban oleh badan induknnya berdasarkan ilmu perpustakaan, dokumentasi dan informasi yang diperlukannya melalui pendidikan.

Menurut surat keputusan bersama Menteri Pendidikan dan kebudayaan, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara pada tahun 1988 kemudian di susul dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, maka Pustakawan ialah mereka yang memperoleh pendidikan minimal D2 ke atas. Dalam hal ini D2 dalam Ilmu Perpustakaan.

Lebih lanjut dalam UU No.43 Tahun 2007 tetang perpustakaan, di tegaskan bahwa pustakawan  adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan tentang kepustakwanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.

Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) dalam Hermawan & Zen  (2006: 46 )  sebagai Organisai yang menghimpun para Pustakawan dalam kode etiknya juga menegaskan bahwa “Pustakawan” adalah seorang yang melaksanakan kegiatan perpustakaan dengan jalan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tugas lembaga induknnya berdasarkan ilmu pengetahuan,  dokumentasi dan informasi yang dimilikinya melalui pendidikan. Pustakawan adalah orang yang berkarya secara professional di bidang perpustakaan dan informasi.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Pustakawan adalah Profesi bagi orang yang bekerja di Perpustakaan dan pusat informasi. Profesi Pustakawan tidak membedakan antara Pustakawan Pemerintah (PNS) atau Pustakawan Swasta (Non-PNS)

Tugas Pokok Pustakawan
Sejak tahun 2002 pustakawan dikelompokan menjadi 7 ( tujuh ) jenjang jabatan fungsional, yang terdiri dari 2 (Dua) kelompok yaitu : Kelompok Pustakawan Tingkat Terampil (PTT) dan Pustakawan Tingkat Ahli ( PTA). Meskipun peraturan ini berlaku untuk pustakwan PNS,  namun dapat pula dijadikan pedoman bagi pustakawan swasta dalam menetapkan jabatannya.

a.       Pustakawan Tingkat Terampil (PTT)
           Pustakawan Tingkat Terampil adalah Pustakawan yang memiliki dasar pendidikan untuk pengangkatan pertama kali serendah-rendahnnya diploma II Perpustakaan, Dokumentasi dan Informasi atau Diploma bidang lain yang di setarakan. Pustakawan Tingkat Terampil terdiri dari: pustakawan pelaksana, pustakawan pelaksana lanjutan, dan pustakawan penyelia.  Pustakawan Tingkat Terampil (PTT) memiliki tugas pokok :
a)    Pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber  informasi. Dimana kegiatan ini meliputi:
-          Pengembangan Koleksi adalah kegiatan yang ditujukan untuk menjaga agar koleksi perpustakaan tetap mutahir dan sesuai dengan kebutuhan pemakai.
-          Pengolahan bahan pustaka/koleksi adalah kegiatan mendeskripsikan bahan pustaka dan menyiapkan sarana temu kembali informasi.
-          Penyimpanan dan melestarikan bahan pustaka adalah kegiataan menjaga penempatan koleksi perpustakaan yang ditujukan untuk memudahkan pertemuan kembali, memperkecil kerusakan dan memperpanjang usia bahan pustaka.
-       Pelayanan informasi adalah memberikan bantuan dan jasa informasi kepada pemakai perpustakaan yang terdiri dari layanan sirkulasi,  perpustakaan keliling, layanan pandang dengar, penyajian bahan pustaka, layanan rujukan, penelusuran literatur, bimbingan membaca, bimbingan pemakai perpustakaan, membina kelompok pembaca, menyebarkan informasi terbaru atau kilat, penyebaran informasi terseleksi, membuat analisa kepustakaan, bercerita kepada anak-anak statistika.

b)    Pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi.  Kegiatannya meliputi :
-          Penyuluhan-penyuluhan terdiri dari dua jenis kegiatan yaitu penyuluhan kegunaan-kegunaan dan pemanfaatan perpustakaan. Dokumentasi dan informasi adalah pemberian keterangan atau penjelasan kepada masyarakat pemakai tentang manfaat dan penggunaan perpustakaan, dokumentasi dan informasi sehingga mereka mengenal lebih jauh perpustakaan dan terdorong untuk memanfaatkannya.
-          Publisitas adalah menyebarluaskan informasi tentang kegiatan perpustakaan, dokumentasi dan infomasi kepada masyarakat luas melalui media cetak dan elektronik seperti : artikel, brosur, film, slide, situs-web dan lainnya. Melaksanakan publisitas terdiri dari menyusun materi publisitas, melakukan evaluasi pasca publisitas.
-          Pameran; Pameran adalah kegiatan mempertunjukan kepada masyarakat tentang aktivitas, hasil kegiatan, dan kemampuan sumber informasi perpustakaan, dokumentasi dan informasi.

b.      Tugas Pokok Pustakawan Tingkat Ahli
Pustakawan Tingkat Ahli adalah pustakawan yang memiliki dasar pendidikan untuk pengangkatan pertama kali serendah-rendahnya sarjana (S1) perpustakaan, dokumentasi dan informasi atau diploma bidang lain yang disetarakan. Pustakawan Tingkat Ahli terdiri dari : pustakawan pertama, pustakawan muda, pustakawan madya; dan  pustakawan utama. Tugas Pokok Pustakawan Tingkat Ahli (PTA) adalah:
a)    Pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/ sumber informasi. Kegiatannya:
-          Pengembangan koleksi, adalah kegiatan yang di tujukan untuk menjaga agar koleksi perpustakaan tetap mutahir dan susuai dengan kebutuhan pemakai.
-          Pengolahan bahan pustaka adalah kegiatan mendeskripsikan bahan pustaka dan menyiapkan sarana temu kembali informasi.
-          Penyimpanan dan pelestarian bahan pustaka.
-          Pelayanan informasi, adalah memberikan bantuan dan jasa informasi kepada pemakai perpustakaan.

b)    Pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi. Kegiatannya meliputi:
-          Penyuluhan; Penyuluhan terdiri dari dua jenis kegiatan, yaitu penyuluhan kegunaan dan pemanfaatan perpustakaan adalah pemberian keterangan/penejelasan kepada masyarakat pemakai tetang manfaat penggunaan perpustakaan.
-          Publisitas adalah menyebarluaskan infomasi tetang kegiatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi kepada masyarakat luas melalui media cetak dan elektronik.
-          Pameran adalah mempertunjukan kepada masyarakat tetang aktivitas, hasil kegiatan dan kemampuan sumber informasi perpustakaan.

c)    Pengkajian penyembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi
-          Pengkajian perpustakaan, merupakan suatu kesatuan kegiatan utuh, yang dilaksanakan melalui lima sub kegiatan, yaitu penyusunan instrument, pengumpulan, pengolahan, analisis data, serta perumusan, evaluasi dari penyempurnaan hasil kajian.
-          Penyembangan perpustakaan adalah kegiatan untuk memperoleh cara baru guna mencari nilai tambah dari berbagai aspek perpustakaan.
-          Menganalisa/kritik karya kepustakawanan adalah kegiatan membaca, menganalisis karya kepustakawanan orang lain baik dalam bentuk maupun informasi terekam lainnya, selanjutnya di laporkan dalam bentuk karya tulisan baru berupa ulasan/kritik saran/tanggapan secara sistimatis dan bersifat penyempurnaan karya tersebut.
-          Menelaah pengembangan di bidang perpustakaan adalah kegiatan membaca, menganalisis krtik karya  kepustakawanan orang lain baik dalam bentuk maupun informasi terekam lainnya, selanjutnya dilaporkan dalam bentuk karya tulisan baru berupa ulasan/kritik saran/tanggapan secara sistimatis dan bersifat penyempurnaan karya tersebut.

Minat Baca
 Minat baca dalam masyarakat kita mulai merangkak meskipun belum mencapai tahapan yang signifikan. Minat ini perlu ditumbuhkembangkan terus menerus untuk mencapai masyarakat yang cerdas secara religi, intelektual, sosial, dan ekonomi. Sebab membaca merupakan pintu gerbang informasi dan ilmu pengetahuan dan pendukung kecerdasan bangsa.
 Dengan membaca sejumlah literatur, diskusi, dan mengikuti pertemuan ilmiah, sesorang mampu mengasah otak, memperoleh wawasan, dan meningkatkan ilmu pengetahuan. Bacaan besar pengaruhnya terhadap pembentukan pribadi dan kemajuan bangsa. Kiranya tidak ada sejarah yang mencatat kehebatan seseorang yang tidak dibarengi dengan gemar membaca dan melek informasi dalam arti luas.

Pengertian Minat Baca
 Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga pencerdasan perpustakaan tentu menjadikan masalah minat baca mahasiswa menjadi masalah yang urgen untuk diperhatikan disamping pola pengajaran yang dilakukan para pendidik guna mencapai visi dan misi dari keberadaan perpustakaan.
Menurut Wadaniah dalam Wijayanti (2007:6) “ minat baca adalah merupakan keinginan yang kuat disertai usaha-usaha seseorang untuk membaca. Seorang yang mempunyai minat baca yang besar ditunjukan oleh kesediaan untuk mendapatkan bahan bacaan dan kemudian menjadi membaca atas keinginannya sendiri”.

Berbeda dengan Hartono dalam Wiajayanti (2007:6) “bahwa minat baca adalah perhatiaan dan kesadaran siswa membaca buku-buku pelajaran sebagai media belajar”. Siswa aktif menggunakan sarana perpustakaan sekolah dan meminjam buku pelajaran untuk dibaca, karena mereka ingin membuktikan informasi dan pengetahuan yang telah dipelajari. Dari kedua pendapat ini dapat disimpulkan bahwa minat baca adalah merupakan suatu keinginan yang tumbuh dalam diri seseorang atas dasar niat untuk memahami dan menambah khasana keilmuan dalam menunujang proses pembelajaran baik dalam lingkup bidang formal maupun lainnya.

Tujuan Membaca
Ada banyak alasan kenapa orang membaca sehingga kalau kita tarik satu persatu maka akan mucul sebuah gambaran umum yang bisa ditarik sebagai suatu kesimpulan.  Menurut Supriyanto (2006) dalam artikelnya yang berjudul “Peran Perpustakaan dan Pustakawan dalam Meningkatkan Minat dan Budaya Baca” adalah sebagai berikut:
-          Mewujudkan suatu sistem penumbuhan dan pengembangan nilai ilmu yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
-          Mengembangkan masyarakat baca (reading society), lewat pelayanan masyarakat pelayanan  perpustakaan kepada masyarakat dengan penekanan pada penciptaan lingkuangan baca untuk semua jenis bacaan pada masyarakat.
-          Meningkatkan pengembangan diri. Dengan membaca seseorang tentunya dapat menigkatkan ilmu penyetahuan sehingga daya nalarnya berkembang dan berwawasan luas yang akan bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.
-          Memenuhi tuntutan intelektual. Dengan membaca buku, pengetahuan bertambah dan perbedaharaan kata-kata meningkat, melatih imajinasi dan nalar sehingga terpenuhi kepuasan intelektual.
-          Memenuhi kebutuhan hidup. Dengan membaca menambah pengetahuan praksis yang dapat berguna dalam kebutuhan sehari-hari.
-          Mengetahui hal-hal yang aktual. Dengan membaca seseorang dapat mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan tanpa harus pergi ke lokasi, misalnya adanya gempa bumi, kebakaran dan peristiwa wayang lainya.

Manfaat Membaca
Membaca adalah merupakan satu cara yang dapat dilakukan dalam mencari referensi ilmu pengetahuan guna menambah wawasan untuk memenuhi kebutuhan keilmuan baik dengan teks tercetak maupun dalam bentuk elektronik. Tentang manfaat membaca, Gray dan Rogers dalam Mudjito (1994:62) menyebutkan bahwa dengan membaca seseorang antara lain dapat:
-          Mengisi waktu luang
-          Mengetahui hal-hal aktual yang terjadi dilingkungannya
-          Memuaskan pribadi yang bersangkutan
-          Memenuhi tuntutan praktis kehidupan sehari-hari
-          Meningkatkan minat terhadap sesuatu lebih lanjut
-          Meningkatkan pengembangan diri sendiri
-          Memuaskan tuntutan intelektual
-          Memuaskan tuntutan spiritual, dan lain-lain

Sedangkan menurut Menurut Dr. Aidh bin Abdullah al-Qarni (2012) dalam bukunya, “La Tahzan” mengungkapkan tentang banyaknya manfaat membaca, yaitu di antaranya sebagai berikut :
-          Membaca menghilangkan kecemasan dan kegundahan. Ketika sibuk membaca, seseorang terhalang masuk ke dalam kebodohan.
-          Kebiasaan membaca membuat orang terlalu sibuk untuk bisa berhubungan dengan orang-orang malas dan tidak mau bekerja.
-          Dengan sering membaca, orang bisa mengembangkan keluwesan dan kefasihan dalam bertutur kata.
-          Membaca membantu mengembangkan pemikiran dan menjernihkan cara berpikir.
-          Membaca meningkatkan pengetahuan seseorang dan meningkatkan memori dan pemahaman.
-          Dengan membaca, orang mengambil manfaat dari pengalaman orang lain: kearifan orang bijaksana dan pemahaman para sarjana.
-          Dengan sering membaca, orang mengembangkan kemampuannya; baik untuk mendapat dan memproses ilmu pengetahuan maupun untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu dan aplikasinya dalam hidup.
-          Membaca membantu seseorang untuk menyegarkan pemikirannya dari keruwetan dan menyelamatkan waktunya agar tidak sia-sia.
-          Dengan sering membaca, orang bisa menguasai banyak kata dan mempelajari berbagai tipe dan model kalimat; lebih lanjut lagi ia bisa meningkatkan kemampuannya untuk menyerap konsep dan untuk memahami apa yang tertulis “diantara baris demi baris” (memahami apa yang tersirat).

Dari beberapa pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa membaca dapat berpengaruh pada cara berpikir seseorang dalam melakukan segala aktifitas serta daya analisis dalam menyelesaiakan segala macam persoalan dalam kehidupan keseharianya. Dengan demikian minat dapat ditingkatkan agar kebiasaan baca terus menjadi aktifitas yang tidak asing dalam kehidupan keseharian kita.

Faktor yang Mempengaruhi Minat Baca
Membaca sangat penting bagi kehidupan manusia. Akan tetapi pada kenyataannya banyak orang yang belum menjadikan membaca sebagai suatu kebiasaan dan kebutuhan. Hal ini yang menjadikan rendahnya minat seseorang terhadap membaca. Menurut Prasetyono (2008:28), rendahnya minat membaca pada seseorang dapat disebabkan berbagai faktor. Faktor internal, seperti intelegensi, usia, jenis kelamin, kemampuan membaca, sikap, serta kebutuhan psikologis. Adapun faktor eksternal  yang mempengaruhi minat membaca, seperti belum tersedianya bahan bacaan yang sesuai, status sosial, ekonomi, kelompok etnis, pengaruh teman sebaya, orang tua (keluarga), guru, televisi, serta film.

Sedangkan menurut Mudjito (1994:87) faktor-faktor internal yang mempengaruhi pembinaan minat baca di dalam perpustakaan, antara lain meliputi:
-          Kurangnya tenaga pengelola perpustakaan
-          Kurangnya dana pembinaan minat baca
-          Terbatasnya bahan pustakaan
-          Kurang bervariasinya jenis layanan perpustakaan
-          Terbatasnya ruang perpustakaan
-          Terbatasnya perabot dan peralatan perpustakaan
-          Kurang sentralnya lokasi perpustakaan
-          Kurangnya promosi/pemasyarakatan perpustakaan

Dan faktor-faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar perpustakaan, namun memperngaruhi pembinaan minat baca yang menjadi salah satu tugas dan tanggung jawab perpustakaan. Faktor-faktor eksternal tersebut antara lain:
-          Kurangnya partisipasi pihak-pihak yang terkait dengan pembinaan minat baca
-          Kurang terbinanya jaringan kerjasama pembinaan minat baca antar perpustakaan
-          Sektor swasta belum banyak menunjang pembinaan minat baca
-          Belum semua penerbit berpartisipasi dalam pembinaan minat baca
-          Belum semua penulis berpatisipasi  dalam pembinaan minat baca

Faktor Pendukung Minat Baca
Menurut Sutarno, NS ( 2006:29) menyatakan faktor yang mampu mendorong bangkitnya minat baca masyarakat adalah:
-          Rasa ingin tahu yang tinggi atas fakta, teori, prinsip, pengetahuan, dan informasi.
-          Keadaan lingkungan fisik yang memadai, dalam arti tersedianya bahan bacaan yang menarik, berkualitas, dan beragam.
-          Keadaan lingkungan sosial yang lebih kondusif, maksudnya adanya iklim yang selalu dimanfaatkan dalam waktu tertentu untuk membaca.
-          Rasa haus informasi, rasa ingin tahu, terutama yang aktual.
-          Berprinsip hidup bahwa membaca merupakan kebutuhan rohani.

Sedang menurut Campbell (1996:10) Faktor yang mempengaruhi berkambangnya minat baca di kalangan mahasiswa adalah sebagai berikut: Pertama-tama ( dan barangkali yang penting ), terlihatnya mahasiswa dan dosen dalam mengembangkan semangat “pengeta-huan ilmiah” ( scientific curiousity), yaitu tertarik dan ingin mengetahui lebih  banyak tentang bidang yang mereka peajari. Kedua, untuk mahasiswa,  mengembangkan kebiasaan membaca berarti mengenal sumber informasi yang tersedia dibidang anda. Ketiga, apabila telah mengetahui apa yang tersedia, anda harus menggunakannya.! Jadikan membaca teratur. Keempat, adalah mengembangkan keterampilan belaja (study skills) yang baik yang berhubungan dengan membaca. Kelima, dalam hal mengembangkan kebiasaan membaca adalah paling tidak meningkatkan keterampilan dasar untuk membaca satu atau lebih bacaan dalam bahasa asing.

Faktor Penghambat Minat Baca
Permasalahan tentang minat baca harus bisa dilihat secara menyeluruh. Dimana terdapat banyak faktor yang mempengaruhinya dan faktor-faktor tersebut saling berkaitan antara satu sama lainya. Pendapat tersebut juga dikatakan oleh Bunata dalam Saleh (2006:45) yaitu sebagai berikut:
-          Faktor lingkungan keluarga dalam hal ini  misalnya, kebiasaan membaca keluarga di lingkungan rumah.
-          Faktor pendidikan dan kurikulum sekolah dan perguruan tinggi yang kurang kondusif.
-          Faktor infrastruktur dalam masyarakat yang kurang mendukung peningkatan minat baca masyarakat.
-          Serta faktor keberadaan dan keterjangkauan bahan bacaan.

Lebih lanjut juga dipaparkan Leonhardt  dalam Saleh (2006:46) mengurai faktor-faktor yang menghambat peningkatan minat baca dalam masyarakat dewasa ini adalah:
-          Langkanya keberadaan buku-buku yang menarik terbitan dalam negeri
-          Harga buku yang semakin tidak terjangkau oleh kebanyakan anggota masyarakat.
-          Kurang tersedianya taman-taman bacaan yang gratis dengan koleksi yang lengkap dan menarik.

Sedangkan Campbell (1996:2) mencoba menjelaskan lebih jauh tentang problem yang menyebabkan tidak berkembangnya minat baca di Indonesia, yaitu sebagai berikut:
-          Budaya lisan berakar kuat disini. Cerita rakyat dan hikayat raja diturunkan secara lisan oleh orang tua dari suatu keluarga kepada anak-anak dan kemudian cerita tersebut ini diturunkan lagi kepada generasi muda berikutnya yang akhirnya kepada anak-anak mereka.
-          Pengaruh acara pertelevisian.
-          Kurangnya buku-buku, jurnal di perpustakaan universitas, serta pengaruh situasi di universitas dan sisitem pendidikan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat tarik sebuah kesimpulan bahwa masyarakat pada sesungguhnya minat bacanya tidak rendah, tapi lebih disebabkan oleh susahnya untuk mendapatkan bahan bacaan yang memadai dan memiliki kualitas untuk memenuhi kebutuhan ilmu pengetahuan serta ditambah pengaruh faktor lingkungan yang dimanjakan oleh teknologi, sehingga masyarakat terbiasa dengan mengkonsumsi hal-hal yang instan, termasuk di dalamya adalah kebutuhan informasi yang hanya dicari untuk waktu yang sesaat bukan semata-mata untuk kebutuhan keilmuan.

Problem Pustakawan dalam Miningkat Baca Masyarakat
Dalam mejalanakan roda perpustakaan pustakawan tidak bisa terhindar dari tantangan dan rintangan, terutama dalam menjelaskan akan tujuan dari keberadaan perpustakaan, serta mempengaruhi kerja pustakawan. Ada beberapa problem yang dihadapi oleh pustakawan dalam menjalakan roda perpustakaan dalam hal peningkatan minat baca masyarakat.
1.      Masih kurangnya perhatian pemerintah.
Perpustakaan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari lembaga pendidikan seharusnya diperhatikan. Pemerintah memaknai terpisah antara lembaga pendidikan dengan perpustakaan sehingga perhatiaannya sangat kurang sekali, Undang-undang yang sudah ada sekarang masih belum mampu mengakomodasi semua kepentingan dari pada pustakawan. Serta masih memberikan ruang kepada meraka yang non pendidikan ilmu perpustakaan untuk masuk kedalam dunia perpustakaan, seperti apa yang dipaparkan dalam UUD 43 Tahun 2007.
Masalah ini tentu menjadi sebuah ironi, dimana masa depan perpustakaan dipertaruhkan, serta bisa saja melenceng dari pada visi dasar di bentuknya lembaga perpustakaan. Pada persoalan tingkat kesejahteraan pustakawan juga menuai tantangan, dimana perhatiaan pemerintah masih dianggap sebeleh mata. Hal ini tentu berbeda dengan nasib para guru yang kesejahteraan dan perlindungannya sangat diperhatikan oleh pemerintah baik melalui Undang-undang maupun bantuan. Padahal keberadaan perpustakaan dan dunia pendidikan tidak bisa dipisahakan.

2.      Keberadaan Organisasi Profesi yang Mengambang
       Organisasi profesi adalah merupakan tempat dimana para pustakawan meluangkan ide dan gagasan akan keberlangsungan dari pada perpustakaan. Sebagai tempat berkumpulnnya para pustakawan, organisasi profesi diharapakan hadir untuk mengawal dan mengontrol baik dari segi aturan dalam hal ini Undang-undang maupun dalam pengembangan keilmuan serta kualitas dari pada pustakawan. Dalam pelaksanaannya organisasi profesi perpustakaan belum menjawab itu semua, sehingga komunikasi yang terbangun diantara para pustakawan tidak begitu solit.
Hal ini berdampak pada dukungan dari pada elemen-elemen masyarakat yang memiliki kepentingan akan keberadaan dari pada perpustakaan. Ditingkatan pemerintah dukungan dipastikan kurang, dikarenakan komunikasi yang tidak terbangun dengan baik. Permasalah ini berdampak pada kualitas dari pada pustakawan serta keberlangsungan ilmu perpustakaan. Sehingga usaha untuk membangun citra perpustakaan sebagai bagian terpenting dalam proses pendidikan tidak berjalan, sehingga wajar asumsi negatif  bermunculan di tengah masyarakat dalam memaknai fungsi dan tugasnya.

Membangun Minat Baca Masyarakat Indonesia
Rendahnya minat baca di kalangan masyarakat, menjadi persoalan penting di dunia pendidikan kita saat ini. Membaca memang besar manfaatnya, namun budaya baca di kalangan pelajar, mahasiswa, dan masyarakat Indonesia belumlah mengakar. Pengaruh tradisi lisan membuat akses untuk memperoleh informasi menjadi terhambat. Padahal akses untuk memperoleh informasi sangat banyak, hal ini tampaknya belum banyak disadari oleh mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa oleh karena itu perlu adanya proses pembudayaan membaca.

Menurut Yuniarto dalam Khairunisa (2001) mengatakan bahwa, kegiatan pembudayaan membaca merupakan sebuah proses panjang dan bukannya sesuatu yang instan. Sehingga perlu diadakan berbagai macam upaya yang dapat merangsang mereka agar gemar membaca, sehingga pada akhirnya akan terbentuk “reading society” yang baik. Budaya baca yang kuat akan mendorong seseorang seseorang tidak lekas berpuas diri Kosam Rimbarawa (2006:9).

Redahnya minat baca baik di kalangan perpguruan tinggi maupun pada dikalangan masyarakat umum yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti yang dijelaskan di atas. Sutarno, NS (2006: 292) membarikan masukan dalam hal upaya meningkatkan minat baca masyarakat ditingkatan masyarakat mahasiswa, anatara lain:
-          Memperbaiki silabus atau sistem belajar mengajar di perguruan tinggi.
-          Memperbaiki dan meningkatkan sarana prasarana perpustakaan perguruan tinggi.
-          Mengadakan lomba penulisan karya ilmiah bagi mahasiswa.
-          Membentuk club pecinta buku.
-          Membuat program buku murah.
-          Melaksanakan budaya baca di kampus-kampus perguruan tinggi.
-          Menghidupakan pers kampus.

Sedangkan menurut Wahyudin (2007) agar dapat berperan baik bagi pengguna jasa, perpustakaan perlu melakukan berbagai upaya peningkatan dan penyembangan, antara lain:
-          Mencerminkan eksistensi dan keberdayaan perpustakaan adalah koleksi dan layanan. Ketersediaan koleksi dan layanan yang baik akan memberikan kesan kepuasan terhadap pengguna perpustakaan, sehingga akan terbangun citra baik pula. Keberadaan perpustakaan akan sangat terkait dengan pemakai. Untuk itu dalam pengelolaannya harus beroreantasi pada kepuasan pemakai.
-          Koleksi perpustakaan perlu disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat pemakainya agar dapat berfungsi efektif dalam mendukung keberhasilan pendidikan.

Beberapa langkah diatas adalah sebagai terkecil dari banyak solusi yang harus dilakukan oleh pustakawan sebagai penentu maju mundurnya suatu perpustakaan dalam meningkatkan minat baca masyarakat. Hal ini akan bisa terlaksana dengan baik ketika pustakawan mampu mebangun komunikasi yang baik dengan elemen-elemen yang memiliki hubungan atau keterkaitan dengan dunia perpustakaan. Ada beberapan komponen yang harus diperkuat oleh pustakawan guna mempermudah usaha peningkatan minat baca masyarakat.

3.      Membangun komunikasi yang baik dengan pihak pemerintah
 Dalam hal ini pemerintah adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberadaan perpustakaan.  Dalam Ketentuan pasal 2 UU No 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan menjelaskan bahwa “Perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan”. Ketentuan Pasal 3, “Perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa”. Sedangkan ketentuan pasal 4, “Perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian bisa di ambil intisari bahwa hadirnya perpustakaan merupakan wujud komitmen negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangu generasi yang berkualitas melalui budaya membaca.
Komitmen pemerintah ini harus dikuatkan kembali melalui komunikasi sehingga persoalan anggaran yang selama ini yang menjadi permasalah utama bagi perpustakaan dalam pengelolaannya bisa lebih mendapat perhatian, guna mempermudah pustakawan mewujudkan visi utama dari keberadaan perpustakaan sebagai lembaga yang ikut bertanggungjawab dalam proses pencerdasan masyarakat bangsa.

4.      Ikut dalam Lembaga Pendidikan Perpustakaan
 Pustakawan dalam hal ini harus bisa masuk dalam ranah pendidikan perpustakaan sebagai basis laboraturium dari perpustakaan, pustakawan harus ikut andil dalam membuat formulasi terkait perumusan mata kuliah dalam jurusan perpustakaan, sehingga mengarahkan pada pencapaian visi dari keberadaan perpustakaan itu sendiri.

5.      Memperkuat Komunikasi dalam Organisasi Profesi Perpustakaan
     Organisasi profesi adalah merupakan basis dari kekuatan pustakawan dalam rangka mengkonsolidasi kepentingan-kepentingan dari perpustakaan dan pustakawan. Organisasi profesi dapat dijadikan alat untuk menekan pihak-pihak yang mencoba menghalang-halangi kepetingan perpustakaan serta menjadi alat pengontrol dari aturan diterapakan oleh pemerintah maupun swasta dalam mengatur keberadaan dari perpustakaan. Di samping menjadi alat pengontor organisasi profesi harus juga ikut andil dalam menjaga kemurnian dari ilmu perpustakaan sehingga tidak keluar dari visi dan misi awal dilahirkannnya serta memperkuat basis keilmuannya.  Organisasi profesi diharuskan juga membangun kerangka acuan dalam pengembangan potensi pustakawan guna menghadapi segala macam persaiangan, baik di tingkat Nasional maupun tingkat Internasioanal.
Ketika semua ini sudah mampu dilaksanakan oleh  pustakawan, maka usaha peningkatan minat baca di tengah masyarakat Indonesia bisa diwujudkan dan berdampak pada citra perpustakaan dan profesi pustakawan yang selama ini kurang manarik bisa dirubah. Semua ini tentu bisa hadir dengan kerja keras  serta kerja sama yang baik dari pada semua kompenen yang berkepentingan dengan perpustakaan.

Kesimpulan
Berdasarakan dari beberapa uraia sebelumnya penulisa dapat memberikan beberapa kesimpulan terkait peran pustakawan dalam mingkatkan minat baca masyrakat adalah sebagai berikut:
1.      Dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pemegang kendali roda perpustakaan pustakawan masih banyak mengalami tantangan dan hambatan, baik segi aturan maupun ditingkatan komunikasi dengan lembaga yang memeliki hubungan dengan perpustakaan seperti halnya, kampus, sekolah, dan lembaga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam mewujudkan masyarakat yang memiliki tingkat minat baca yang tinggi.

Hal ini tentu disebakan oleh tingkat pemahaman dari orang-orang yang memegang kendali di lembaga dimana perpustakaan bernaung dalam hal ini adalah pihak kampus,  sehingga terjadilah ketidaksingkronan dalam pencapaian visi, misi perpustakaan dan visi, misi lembaga dimana perpustakaan itu beranaung. Hal tentu terjadi kerena disebakan pola komunikasi yang dibangun oleh pustakawan selaku pengelola perpustakan yang tidak maksimal dalam menjelaskan akan tujuan dan manfaat dari keberadaan perpustakaan.

2.      Dalam mengupayakan pencapai visi dasar dari pada perpustakaan,  sebagai lembaga pencerdasan masyarakat bangsa, maka pustakawan dapat  membangun komunikasi yang berkesenambungan dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan dengan perpustakaan , untuk mepermudah dalam menjalankan tugas serta kerja sama dalam pencarian sumber dana  dalam meningkatkan minat baca masyaraka.


Daftar Bacaan
Ahmadi, Abu. 1982. Psikologi Sosial. Surabaya: Penerbit PT. Bina Ilmu.
Terarsip di: http://bidanlia.blogspot.com/2009/07/teori-peran.html, Diakses  Tanggal 7/10/2012, Jam 17.30

Aidha, 2012. La Tahzan
Terasip di http://kertas-kecilkita.blogspot.com/2012/01/manfaat-membaca-buku.html. Diakses Tanggal 22/ 9/12, Jam 19.00

Campbell, Jene E. 1996. Minat Baca. Jakarta: Kumpulan Makalah Tentang Minat Baca
Gambrell, L.B dan Marinak. 1997. Incentive and Intrinsik Motivation To Read. Newark, Delaware : International Reading Association

Hermanwan, Rahman dan Zen Zukfikar. 2006. Etika Kepustakawanan (Suatu Pendekatan Terhadap Kode Etik Pustakawan Indonesi). Jakarta: Segung Seto.
Indonesia, 2009. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007  tentang perpustakaan.

Iskandar. 2011. Peran Pustakawan dalam Meningkatkan Minat Baca Mahasiswa di UPT Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Mataram. Laporan Akhir Tidak diterbitkan

Koswara. 1998. Dinamika Informasi dalam Era Global. Bandung: Rosdakarya.

Lasa, HS. 2005. Manajemen Perpustakaan. Yogyakarta: Gama Media.

Mahamudin. 2006. Pengantar Ilmu Perpustakaan.
Terasipdi:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/13766/1/09E01081.pdf. Diakses Tanggal 10/11/12, Jam 19.48

Mariana, Nana. 2009. Pengaruh Kepemimpinan dalam Pengembangan Perpustakaan di UPT Perpustakaan Univirsitas Muhammadiyah Mataram. Laporan Akhir Tidak Diterbitkan.

Mudjito, 1994. Pembinaan Minat Baca. Jakarta: Universitas Terbuka. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Perpustakaan Nasional RI. 2002. Pedoman Pembinaan Tenaga Fungsional Pustakawan. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.

Rimbarawa, Kosam. 2006. Aksentuasi Perpustakaan dan Pustakawan. Jakarta: Agung Seto.

Saleh, Abdul Rahman. 2006.  Peranan Teknologi Informasi dalam Meningkatkan Kegemaran Membaca dan Menulis Masyarakat. Jurnal Pustakawan Indonesia. Volume 6, No.1. 2006

Soyomukti, Nurani. 2008. Dari Demonstrasi Hingga Seks bebas. Jogjakarta: Garasi.
Supriyanto, 2012. Peran Perpustakaan dan Pustakawan dalam Meningkatkan Minat dan Budaya Baca

Sutarno, NS. 2006. Perpustakaan dan Masyarakat.Jakarta: CV. Sagung Seto.
 _________. 2008. Kamus Perpustakaan dan Informasi.
              Terasip di:http://www.pemustaka.com/pemustaka. Diakses Tanggal 8/10/12/ Jam 17.36
Tampubolon. 1993. Mengembangkan Minat Dan Kebiasaan Membaca Pada  Anak. Bandung : Angkasa
Wahyudi. 2007. Potensi Perpustakaan dalam Menghadapi Krisis Budaya baca.
Terasiphttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/13766/1/09E01081.pdf. Diakses Tanggal 10/11/12,  Jam 19.48

Wijayanti, Tri. 2007. Upaya Miningkatkan Minat Baca Teks Bahasa Inggris Sisiwa Kelas XI SMU N 9 Jogyakarta Melalui Story Telling.
Terasip:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/13766/1/09E01081.pdf. Diakses Tanggal 10/11/12,  Jam 19.48.


Penulis: Iskandar, S.Sos.
Pengurus PUSMAJA Mbojo-Yogyakarta.