Pengaruh Bencana Terhadap Kondisi Psikologis Korban

Jul “Lembo Ade”.
www.pusmajambojojogja.or.id – Indonesia merupakan daerah yang rawan bencana, baik itu banjir bandang, gempa bumi, letusan gunung berapi dan lain-lain. Setelah pasca banjir bandang yang melanda Kota Bima pada tanggal 21 sampai 23 Desember 2016 lalu, menyimpan sejuta suka dan duka yang amat dalam pada hati dan jiwa seluruh stake holder.

Lalu kemudian, ketika terjadi bencana alam yang cukup besar, maka berbagai persepsi muncul. Persepsi tersebut dapat dilakukan oleh korban bencana alam, dan dari pihak lain yang tidak mengalaminya. Persepsi masyarakat tentang bencana alam dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu: pertama efek krisis, kedua efek bendungan, dan ketiga adaptasi. Kondisi masyarakat yang kurang peduli terhadap lingkungan adalah memprihatinkan. Masyarakat yang kurang memiliki kesadaran pada lingkungan, (termasuk masyarakat sosial/pemerintah), maka dinamika yang terjadi di masyarakat adalah kurang adanya keeratan (cohessiveness) di antara anggota masyarakat. Keadaan demikian mengindikasikan bahwa masyarakat tersebut sangatlah rentan ketika menghadapi bencana yang menimpa dirinya. Melihat kondisi yang demikian, dengan kata lain pada masyarakat tersebut tidak memiliki kelenturan (resilience) dalam menghadapi bencana. Kemudian muncul pertanyaan bagaimana kondisi psikologis korban banjir (bencana alam) tersebut?

Pertanyaan tersebut melahirkan berbagai persepsi dan jawaban yang ideal dan objektif. Kondisi psikologis korban bencana alam/banjir yang selamat, pada umumnya akan mengalami stres. Rasa takut yang amat sangat dialami oleh korban, karena mereka merasa terancam jiwanya dari bencana. Mereka mengalami perasaan yang tidak menentu, ketakutan, cemas, dan emosi yang tinggi. Sehingga perasaan stres muncul. Namun demikian mereka jarang mengalami gangguan stres yang kronis. Tetapi kondisi demikian, harus diatasi dengan segera. Apabila kondisi psikologis yang stres tidak segera diatasi, maka lama kelamaan akan menimbulkan depresi, dan akan mengarah kepada gangguan psikiatri.

Beban psikologis akan semakin bertambah bagi korban bencana banjir, apabila ia mengalami kehilangan orang yang dicintai ketika bencana terjadi. Kondisi stres dapat muncul pada korban bencana banjir, demikian pula dengan kehilangan rumahnya akan menambah beban psikologisnya. Korban tersebut akan merasa kehilangan segalahnya, sehingga didalam dirinya muncul suatu kehilangan harapan. Kondisi demikian perlu segera ditangani agar korban dapat bangkit dari rasa keterpurukan.

Pada korban yang dapat bertahan dari bencana besar, dia melihat bahwa banyak orang yang dikenalnya menjadi korban, maka ia merasa kehilangan komunitasnya. Hal ini dikarenakan komunitas di pemukimannya sudah tidak utuh lagi. Bahkan ketika ia diselamatkan oleh tim penyelamat, ia mengalami disorentasi. Korban yang selamat, ketika terselamatkan dia tidak tahu berada dimana, dan mengapa hingga berada di temapat tersebut. Korban tidak mengenal lagi dengan lingkungannya, dengan berada di tempat pengungsian yang baru, ia mengalami kurang kontak sosial dengan korban lain di tempat pengungsian yang baru. Ditempat pengungsian tersebut, komunitas lain, sehingga ia merasa sendiri. Kondisi demikian dapat terjadi, karena setelah terjadinya bencana, masing-masing individu menyelamatkan diri sendiri dan kelompok keluarganya, sehingga terpencar dari komunitasnya.

Korban bencana pada dasarnya tidak mengenal usia, sehingga semua usia dimungkinkan menjadi korban bencana alam, namun demikian kita perlu mengenal kondisi-kondis psikologis yang di alami oleh seseorang pada tahap perkembanganya. Dengan demikian, bantuan psikologis yang diperlukan menjadi jelas. Bantuan psikologis yang kurang tetap akan menambah parah kondisi psikologis korban, dengan gambaran identifikasi tersebut, bisa diketahui kebutuhan korban.

Korban Anak usia Bawah Lima Tahun (Pra sekolah)
Korban pada usia dibawah lima tahun (belita), tentu belum memahami apa yang telah terjadi dan menimpa dirinya. Namun demikian, ia dapat merasakan ada sesuatu yang terjadi di lingkungannya, dan mungkin dapat dirasakan menyakitkan atau sebagai sesuatu yang menakutkan, mengagetkan, dan sebagainya. Reaksi yang akan muncul pada belita tersebut adalah menangis.

Korban Anak Usia Sekolah (6-12 tahun)
Anak usia sekolah yang menjadi korban bencana dana mengalami masalah psikologis, akan mengindikasikan di sekolahnya dengan penurunan prestasi sekolahnuya. Maslah psikologis yang dirasakan berat, seperti misalnya stres, anak tersebut akan mengalami gangguan konsentrasi. Hal ini dikarenakan secara emosi, ia belum dapat mengendalikan dengan baik, seehingga ia akan mudah marah. Bahkan pada kondisi tersebut dapat berakibat pada penurunan prestasi sekolahnya.

Korban Usia Remaja (12-21 tahun)
Pada remaja korban bencana banjir yang mengalami masalah psikologis, didalam bidang pendidikan menunjukan adanya penurunan prestasi di sekolah. Hal ini dimungkinkan oleh karena permasalahan yang terkait dengan bencana yang dirasakan sebagai permasalahan yang berat, menekan, hingga menjadi ia mengalami stres.

Korban Orang Dewasa  
Orang dewasa yang menjadi korban bencana, dapat mengalami masalah psikologis yang cukup berat. Berat atau ringannya masalah psikologis yang dialaminya sangat bergantung pada pengalaman yang di alami ketika bencana terjadi menimpa dirinya dan keluarga sangatlah berat, seperti meninggalnya anggota keluarga atau kehilangan rumahnya, maka pengalaman ini dirasakan berat oleh orang dewasa tersebut. Peristiwa ini dapat menyebabkan ia sulit untuk berkonsentrasi dalam upaya untuk menyelesaikan masalahnya.

MARI KITA SAMA-SAMA MENJAGA KELESTARIAN ALAM DAN LINGKUNGAN KOTA BIMA DAN SEKITARNYA.


Penulis: Jul “Lembo Ade” 
Anggota  Pusat Studi Mahasiswa Pascasarjana (PUSMAJA) Mbojo-Yogyakarta. Hubungi via Email: julpsikologi@gmail.com

Melirik Keindahan Tanah Wera

Andri Ardiansyah, S.Pd.I. 
www.pusmajambojojogja.or.id – Wera adalah salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Bima (NTB), berada dari kejauhan Kota Bima kira-kira 55,2 Km dari Kota Bima. Letaknya di timur bagian utara wilayah Kabupaten Bima. Tanah Wera memiliki banyak cerita dan sejarah yang belum banyak orang tahu, baik cerita tentang tempat wisatanya maupun cerita tentang sejarah geografisnya. Orang-orang Kota Bima menyebut orang-orang Wera itu adalah orang-orang atas (ese Wera), karena letak geografisnya memang jauh dari Kota Bima dan berada diatas ketinggian gunung, sehingga ketika orang-orang Wera bepergian ke Kota Bima, orang-orang Wera menyebutnya pergi ke bawah (lao awa Mbojo).

Tanah Wera memang sudah mulai dikenal oleh kebanyakan masyarakat Bima baik dari segi keindahan pariwisata, pemandangan daratannya, maupun keindahan lautnya, sebut saja Wera memiliki pantai-pantai yang indah dan segar dipandang mata, juga tentunya sejuk di dalam hati ketika merenungkan keindahannya, mulai dari pantai Nangawera (Banta ra Ntundu lao di na kae. hehehe) hingga pantai Oi Caba (Air Tawar) atau biasa dikenal oleh masyarakat luas yaitu Pulau Ular. Sepanjang pantai Nangawera ini, biasanya orang-orang  yang dari Wera mau ke Kota Bima atau sebaliknya, mereka menyempatkan diri untuk singgah dulu di pantai tersebut, sekedar untuk menghilangkan rasa lelah karena menuju perjalanan panjang mengingat perjalanan dari Wera ke Kota Bima cukup menguras tenaga dan menghabiskan waktu sekitar 1-2 jam perjalanan.

Di pantai-pantai ini juga kebanyakan masyarakat dari Kota Bima atau masyarakat dari kecamatan-kecamatan lain yang berdekatan dengan Kota Bima akan menghabiskan waktu liburannya. Jika memauki waktu libur seperti waktu pasca selesainya Iedul Fitri dan Iedul Adha, mereka biasanya berdatangan dengan mengendarai mobil maupun motor, dan tentunya mereka membawa anak-anak mereka sehingga bisa terlihat jelas para wisatawan ini meramaikan sepanjang pantai-pantai Nangawera tersebut.

Uniknya pantai-pantai di Wera ini tidak jauh dari jalan raya, pantai ini persis berada di samping jalan poros Wera-Kota Bima, sehingga orang yang melewatinya bisa leluasa melihat keindahanya baik di pagi hari maupun di sore hari, karena sejauh mata memandang laut Wera terlihat jernih nan indah, seolah kita tidak akan beranjak pergi ketika kita melihat keindahan wisata di tanah Wera ini. Dari sekitar pantai Wera juga kita bisa melihat Gunung Sangiang yang super besar dan cantik, kebanyakan para pengunjung dari luar Wera ingin sekali menginjakkan kakinya di Gunung Sangiang, sekedar melihat keindahannya, dan memang yang sangat besar dari mereka adalah mengobati rasa penasaran mereka selama ini, karena tidak semua masyarakat Bima pernah menginjakan kakinya di tempat ini (Gunung Sangiang).

Masyarakat Bima belum begitu banyak tahu tentang Gunung Sangiang, cerita-cerita yang biasa didengar oleh masyarakat Bima adalah tentang Api Sangiang (Afi Sangia), yang mana Api ini konon katanya bisa membakar rumah orang ketika orang tersebut berniat jahat kepada orang sangiang, dan cerita ini ada beberapa orang yang dari luar Wera pernah mengalaminya dan memang terbukti rumahnya terbakar lantaran orang tersebut berbuat jahat kepada salah satu masyarakat Sanginag di waktu itu. Cerita ini masih melekat pada benak masyarakat Bima. Sangiang banyak meninggalkan cerita dan sejarah edukatif yang bisa kita ambil sebagai pembelajaran, oleh karena itu banyak para pengunjung yang datang ke tempat ini menggali dan mempelajari sejarah makrokosmos dan mikrokosmosnya yang ada di Gunung Sangiang.

Pulau Ular Wera, Bima, NTB. Foto: blog wowwunik.
Bagi para wisatawan dari luar Wera tidak sekedar datang menghabiskan liburanya di Wera tetapi lebih dari itu mereka ingin mengobati rasa penasarannya selama ini bahwa tanah Wera itu memang indah dan kaya akan tempat-tempat wisatanya yang berlian nan cantik di pandang mata. Sampai pada detik ini setiap moment liburan, pengunjung yang datang ke Wera makin banyak, baik di pantai Nangawera, Sangiang, hingga Pulau Ular. Tanah Wera memang unik dan kaya akan keindahannya, keunikan itu terbukti adanya Pulau Ular itu sendiri. Pulau ini berada di ujung timur Wera (Pai-Kalo), dinamakan Pulau Ular karena banyak sekali ular-ular yang menempati Pulau tersebut dan macam-macam warna dan coraknya, dan ular ular ini tidak berbisa (jinak) sehingga bisa dipegang dan sekedar menjadi mainan bagi para pengunjung, melihat keunikan ular-ular tersebut para pengunjung makin tambah jatuh hati dengan tempat wisata Wera, sehingga tidak heran bagi para pengunjung akan selalu mendatangi tempat-tempat wisata yang ada di Wera termasuk Pulau ular.

Keunikan Pulau ini memang tidak ada bandingannya dengan Pulau-pulau yang ada di daerah lain,

dan satu-satunya Pulau Ular yang ular-ularnya tidak berbisa yaitu ada di tanah Wera. Indonesia memang dijuluki Negara kepulauan, sehingga tidak heran bagi kita melihat pulau-pulau yang berjejeran dari Sabang sampai Merauke, Pulau-pulau memang banyak di negeri ini tapi cuma ada satu yang dijuluki Pulau Ular yaitu ada di tanah Wera, bahkan Pulau Ular ini cuma satu-satunya ada di dunia yang ular-ularnya jinak dan tidak berbisa, unik bukan?.

Catatan: 
Saya perkenalkan Tanah kelahiranku kepadamu wahai Dunia, Tanah itu bernama Sangiang Wera, tanah dimana kami di lahirkan dan dibesarkan, tanah dimana kami di didik menjadi manusai-manusia tangguh menghadapi suka dan dukanya kehidupan, tanah dimana kami di ajarkan untuk mencintai Wera, dan tanah dimana nanti kami akan dikuburkan bersama kenangan-kenangan manis yang telah diberikan oleh Wera.

Untuk mu wahai pemuda Bima dan lebih Khususnya Wera, mari kita bergandengan tangan untuk menjaga tanah kita, menjaga Bima dan Wera demi masadepan Wera kedepannya. Kita sudah memiliki segalanya, semua orang melirik ke tanah kita sebagai kiblat keindahan wisata, maka pupuklah alam kita demi masa depan Wera yang Berjaya.

Salam hormatku buatmu kawanku dimanapun kalian berada, dan salam hormatku bagi siapa saja yang membaca tulisan ku ini.


Penulis: Andri Ardiansyah, S.Pd.I.
Sang Putra Sangiang Wera / Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta / Anggota Pusat Studi Mahasiswa Pascasarjana (PUSMAJA) Mbojo-Yogyakarta.

Peristiwa Banjir Bandang Bima, Terimaksih untuk Para Dermawan

Muh. Zulfiqri Syahmat S.IP.
www.pusmajambojojogja.or.id – Terimakasih dan terimakasih. Sungguh air mata akan terjatuh jika keharuan ini tak dapat saya tahan dengan hati yang tegar dan gembira. Terimaksih.

Ada banyak cerita dan sejarah yang di ukir di Kota Bima sana, sekumpulan keluarga kecil yang bahagia di dalam sebuah gubuk, bersenang-senang dengan candanya, tidak ada yang tahu rejeki akan datang, tidak ada yang tahu kematian akan datang, tidak ada yang tahu kapan jodoh akan datang dan tidak ada yang tahu musibah akan datang. Ya, banjir bandang Bima (Mbojo) tidak ada yang tahu dan menyangka akan jadi seperti hamparan air yang keruh, menyapu seluruh barang-barang dan bangunan semi permanen.

Terimakasih dan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhanku yang menciptakan langit dan bumi serta seisinya, sungguh Engkau tidak Beranak  dan tidak diperanakkan. Sungguh cobaan yang Engkau berikan kepada masyatakat Bima adalah cobaan yang tidak ada kata bahwa cobaanmu melebihi kemampuan umatmu di Bima sana. Sungguh cobaanmu adalah sebuah kado teristimewa di akhir tahun 2016, penutup tahun yang begitu kau ridhoi hingga masyarakata Bima tahu bahwa kekuasaan-Mu itu adalah mutlak. Suatu cobaan yang mengguncangkan hati, pikiran dan jiwa sebagai sapaan bahwa masyarakat Bima untuk tetap beristikhoro dan intropeksi diri untuk selalu dan selalu bersyukur Kepada-Mu serta menjauhi larangan-Mu dan mematuhi Perintah-Mu. Terimakasih.

Terimakasih dan terimaksih untuk alamku di atas tanah-Mu-lah kami mendirikan bangunan, dia atas tanah-Mu-lah kami menumbuhkan bibit-bibit makanan dan buah-buahan kami, dan dengan air-Mu-lah kami hidup untuk kebutuhan sehari-hari kami. Engkau telah menunjukkan wujud kegelisahan-Mu dengan amarah banjir bandang-Mu. Terimakasih.

Terimakasih dan terimakasih untuk semua relawan yang mempunyai hati emas dan berlian yang bercahaya yang telah sedikit membantu, bahkan banyak bagi saya atas bantuannya untuk  masyarakat Bima yang terkena musibah atau cobaan yang begitu membuat masyarakat Bima beristigfar dengan cobaan banjir bandang ini. Terimakasih. Maaf karena Penulis tidak dapat menyebutkan satu persatu nama atau lembaga yang terlibat dalam Aksi Sosial Peduli Banjir Bandang Bima, Nusa Tenggara Barat. Terimakasih.

Terimakasih dan terimakasih untuk Pemerintah Daerah dan Pusat atas semua bantuan yang telah diberikan kepada Masyarakat Bima. Engkau perwakilan masyarakatan Bima, engkau yang berdasi, engkau pemegang kekuasaan di atas tanah berasaskan peraturan. Engkau telah menunjukkan gayamu, menunjukkan dedikasihmu terhadapat masyatakat Bima. Terimakasih, yang mungkin tidak dapat saya sebutkan satu-persatu bahwa anda-anda sekalian adalah orang-orang hebat dan peduli kepada rakyat. Diluar dari hal dan niat politik kesuuzonan masyarakat saya ucapakan terimakasih. Terimakasih.

Inilah saya, hanya ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya suarakan dan sampaikan dari tulisan penulis dari tanah yang katanya kaya akan budaya, kotanya para pelajar, kota gudeg berjuta keistimewaan dan kekreatifan yang diciptakan tiada habisnya. Suara dari putra mahkota Bima di pulau jawa yang dengan perasaan ikhlas ucapkan terimakasih.

Tidak dapat kami segenap masyarakat Bima membalas kembali dengan sebuah materi, hanya dengan do'a dan ucapan terimakasihlah yang dapat kami sampaikan. Semoga Allah membalas apa yang seharusnya di balas dan mengganti apa yang seharusnya di ganti.

Akhir kata dari Penulis, terimakasih dan terimakasih.


Penulis : Muh. Zulfiqri Syahmat S.IP.
Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (MIP UMY) / Anggota Pusat Studi Mahasiswa Pascasarjana (PUSMAJA) Mbojo-Yogyakarta.

Editor : Muhammad Habibullah Aminy, S.E.Sy., M.H.

Jogja dalam Perspektif Anak Timur

Andri Ardiansyah, S.Pd.I.
www.pusmajambojojogja.or.id – Berbicara tentang Yogyakarta, juga berbicara apa yang ada di dalamnya, Jogja (begitu sapaan untuk Yogyakarta), memiliki Ikon yang sangat kental, baik budaya maupun tradisinya, maka tidak heran budaya-budaya Jogja pun masih di emban baik oleh rakyat dan masyarakat Jogja. Salah satu contoh kecil budaya yang masih dilestarikan oleh masyarakat Jogja ialah Andong yang bersusun rapi di Malioboro. Andong-Andong itu beroperasi setiap hari di Malioboro, kadang penulis juga bertanya dalam kesendirian, betapa bisa dan mampunya masyarakat Jogja memupuk dan melestarikan budayanya sampai hari ini masih eksis dan masih menjadi lirikan jutaan orang yang datang ke Jogaja? Yang uniknya Andong ini memiliki bentuk yang berbeda dengan Andong-Andong di daerah lain, baik dari segi tempat duduknya maupun dari orang yang bawa (jukinya) semua terlihat berbeda dengan Andong dan orang yang bawanya di daerah-daerah lain. Jogja itu memang unik, terlihat jelas dari pengendara Andong memakai pakaian adat Jawa (ala Jogja-nya), dari blankon hingga celana batik yang memang budaya Jogja yang sudah lama di lestarikan. Tidak sedikit wisatawan yang terbius oleh keadaan Jogja, dimana semboyan Jogja juga adalah “Jogja Berhati Nyaman”, mampu memikat orang untuk salalu ingin ke Jogja bahkan kepingin tinggal di Jogja, dengan nyamannya tersebut seolah ada tarikan seperti makhnet yang mengajak dan terus untuk mencicipi dan merasakan sejuknya kota Jogja.

Keunikan Jogja tidak hanya di Andong saja, tapi masih banyak lagi keunikan lainya, salahsatu diantaranya yaitu becak, becak biasanya banyak berjejeran di pinggir Malioboro, yang dimana pemilik becak tersebut menawarkan kepada wisatawan untuk mengelilingi tiga tempat di sekitaran dan tidak jauh dari Malioboro dengan harga yang unik pula yaitu sebesar lima-sepuluh ribu rupiah, murah bukan?. Malioboro adalah tempat dimana ribuan orang berkumpul dan sekedar berbelanja setiap harinya, bahkan nyaris tidak di temukan hari yang sepi di Malioboro tanpa di penuhi oleh aktifitas orang-orang berbelanja dan aktifitas lainnya. Malioboro juga tempat dimana para ilmuan dan akademisi berbincang-bincang (berdiskusi) bersama di 0 KM, semuanya kompleks di tempat ini.

Saya sebagai anak Timur (BIMA-NTB) melihat dan memaknai Jogja adalah sangat realistis keberadaanya, karena mengingat Jogja dijuluki sebagai kota budaya memang patut di apresiasi, semuanya bernilai budaya dari hal yang kecil hingga hal yang besar seklipun, dari cara berkomunikasinya yang sangat lembut tuturkatanya sampai ke wilayah sosial yang sangat menghargai perbedaan suku dan ras, sehingga semua orang yang datang ke Jogja baik yang berstatus sebagai Pelajar/Mahasiswa maupun orang yang sekedar singgah berbelanja di Jogja merasa senang dan aman, seperti kita tidak bisa jauh dari Jogja walaupun kita sudah jauh dari Jogja seolah ada makhnet yang menarik kita untuk ingin kembali lagi ke Jogja.

Kota Gudeg Jogja, selain di juluki sebagai kota budaya, juga di juluki sebagai kota Pelajar,  begitu banyak para Pelajar dan Mahasiswa dari berbagai daerah dari luar Jogja yang datang ke Jogja untuk menuntut ilmu di kota berhati nyaman ini. Jogja sudah banyak menghasilkan orang-orang cerdas dan bahkan menghasilkan pemimpin negeri ini sekalipun sudah terbukti ia alumni Jogja, dengan begitu banyaknya orang-orang cerdas yang ada di Jogja, akan berpengaruh dalam dunia pendidikan, sehingga tidak heran meluapnya para mahasiswa datang menuntut ilmu di kota ini. Jogja sudah berhasil dalam memberi kontribusi untuk negeri ini, dari melahirkan orang-orang cerdas untuk memimpin negeri ini hingga mejaga alam negeri ini. Salah satu kontribusi kecilnya jogja untuk negeri ini yaitu memupuk baik alamnya, dimana Jogja bisa merubah dan memodifikasi dari alam yang tidak di pakai menjadi alam yang penuh warna dan maanfaat sebagai tempat wisata buat banyak orang tanpa merusak sedikitpun alam tersebut. Jogja sudah berhasil menyihir jutaan para wisatawan supaya datang ke temapat tersebut baik dalam Negeri maupun dari luar Negeri. Hampir setiap hari alam/tempat wisata yang ada di Jogja di penuhi oleh para wisatawan baik wisata laut maupun wisata gunungnya, dan harga tiket masuknya pun relatif murah, bisa di nikmati oleh semua kalangan, baik kalangan bawah juga kalangan atas.

Jogja memang unik untuk di perbincangkan dari segala segi, baik sejarahnya, budayanya, wisatanya, hingga pendidikannya semua kompleks di sini. Keunikan yang paling Penulis sukai yaitu Jogja memiliki raja yang dimana tidak terdapat di daerah-daerah lain, dan satu-satunya raja yang kepemimpinannya tidak digantikan oleh orang lain kecuali anak keturunannya sendiri. Bagi Penulis, ini adalah keunikan yang sangat edukatif yang belum pernah Penulis dapatkan di daerah manapun di Indonesia,  mengingat  rakyat Jogja juga menghoramti rajanya dan juga rajanya menghargai rakyatnya. Nilai edukatif yang dimiliki raja dan rakyatnya sangat sinkron dan sangat relevan dengan keadaan rakyatnya.

Berbicara tentang Jogja tidak ada habis-habinya untuk di perbincangkan, kedamaian, sifat toleransi, demokratis dan lain sebagainya ada disini yaitu di Jogja berhati nyaman. Nyaman berkomunikasi, nyaman bersosial, dan nyaman dalam segala hal. Semua yang berkaitan dengan kenyamanan tidak ada yang mampu tandingi dengan kenyamananya Jogja. Jogja berhati nyaman, dan Jogja tetap istimewa.


Penulis : Andri Ardiansyah, S.Pd.I.
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta / Peneliti pada Pusat Studi Mahasiswa Pascasarjana (PUSMAJA) Mbojo-Yogyakarta.