Home » » Bahasa Bima "Kalembo Ade": Kajian Pragmatik

Bahasa Bima "Kalembo Ade": Kajian Pragmatik

Arif Bulan.
Abstrak
Teori pragmatik mengatakan bahwa mengkaji arti dan makna harus dilihat dari maksud, tujuan dan konteks dimana bahasa itu diucapkan. Dalam mempelajari makna bahasa Bima “kalembo ade” perlu dilihat dari berbagai aspek stilistika, affeksi dan tema, sehingga arti dan makna “kalembo ade” dapat diresapi dan dipahami dari beberapa sedut pandang. Tulisan ini mennggunakan pendekatan linguistik antropologis untuk dapat memehami fenomena dan keunikan makna bahasa yang diucapkan pengguna bahasa tersebut.

Kata kunci: Bahasa, Makna “kelembo ade”, Pragmatik.  


Pendahuluan

Indonesia adalah Negara yang kaya akan budaya dan bahasa. Indonesia sebagai Negara kepulauan yang memiliki banyak daerah, tiap-tiap daerah memiliki bahasa masing-masing. Bima adalah salah satu daerah kabupaten yang berada di pulau Sumbawa provinsi Nusa Tenggara Barat. Bima mayoritas didiami suku mbojo, dan bahasa yang digunakan adalah bahasa Bima (nggahi mbojo) .

Dalam bahasa Bima, ada satu ungkapan yang unik dan multi tafsir. Ungkapan tersebut  yaitu “kalembo ade”. Ungkapan ini seperti yang disebutkan diatas adalah ungkapan yang multi tafsir, karena ungkapan tersebut bisa digunakan dalam beberapa konteks yang berbeda dan setiap konteks yang disebutkan memiliki makna yang berbeda, sehinnga ungkapan ini menurut penulis masuk dalam ranah kajian pragmatik. Di mana kajian pragmatik itu sendiri mengkaji masalah makna bahasa yang ditinjau dari konteks pembicaraan.

Ungkapan “kalembo ade” bisa diartikan sebagai ungkapan terimakasih, ungkapan bela sungkawa, ungkapan kesedihan, ungkapan menghormati, ungkapan menghargai dan ungkapan saat perpisahan. Keunikan dalam makna pragmatik inilah kemudian penulis mencoba untuk mengkaji dalam beberapa aspek. Aspek-aspek yang coba disentuh oleh ungkapan “kalembo ade” antara lain, aspek stilistic meaning, affective meaning danthematic meaning.

Bila dilihat dari sudut pandang pragmatik,ungkapan “kalembo ade” ini bisa menimbulkan hal ketaksaan, Sehingga masyarakat Bima pada umumnya menggunakan ungkapan ini dalam berbagai konteks dan situasi dimana ungkapan itu diucapkan dan dimana proses komunikasi itu terjadi. Ungkapan “kalembo ade” bisa dipengaruhi beberapa situasi sehingga penggunaanya sangat beragam. Kalau dilihat dari aspek formal dan nonformal ungkapan ini bisa mencul dimanapun.


Landasan Teori dan Metode    

Menurut Subroto (2011: 1) bahasa merupakan pengetahuan yang tersimpan dari dalam dan terstruktur, dan dikuasai serta digunakan dalam komunikasi secara umum. Dalam bahasa tersimpan arti sebagai sistem tanda, kemudian dari tanda ini dipahami sebuah bahasa dengan baik dan benar. Sebagai pengguna bahasa, kita secara bebas memakai bahasa tersebut namun harus tetap mengikuti kaedah-kaedah yang berlaku sehingga pahasa tersebut bisa dipahami, dala hal ini peran pendekata pragmatic sangta dibutuhkan untuk mengetahui arti dan makna ungkapan atau bahasa yang digunakan lawan tutur.

Mengkaji masalah Arti dan makna dalam komunikasi harus mengikutsertakan beberapa pendekatan atau aspek supaya maksud dari tuturan bisa mempunyai nilai dari sisi pendengar atau lawan tutur. Seperti yang dikatakan Leech melalui Subroto (2011: 49-55) arti atau makna stilistik berkaitan dengan warna dialek geografis atau warna dialek sosial penutur. Arti atau makna affektif berkaitan dengan perasaan penuturnya, sedangkan arti atau makna tematik adalah bagaimana penutur mengorganisasikan tuturanya.   

Pragmatik menurut Levinson melalui Clark (2009: 13) adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa dan konteks yang  berdasarka pada pemahaman bahasa. Sebenarnya kajian pragmatik tidak jauh berbeda dengan kajian semantik karena keduanya mengkaji masalah arti dan makna, namun ada hal-hal mendasar yang membedakan antara  keduanya. Semantik mengkaji arti lingual yang  yang tidak terikat konteks, sedangkan pragmatik mengkaji arti dan makna berdasarkan konteks yang biasa disebut “the speakers’s meaning” atau arti menurut tafsiran penutur (Clark, 2009: 13).

Berbahasa sama halnya dengan berkomunikasi, dimana proses komunikasi melibatkan dua orang atau lebih dalam penggunaanya. Dalam bahasanya masyarakat Bima berkomunikasi dengan lawan tuturnya menggunakan kaedah-kaedah bahasa pada umumnya, namun dalam hal memaknai makna yang terkandung didalamnya perlu analisa dari lawan tutur, walaupin kata-kata yang diucapkan cukup teratur.

Tidak jauh berbeda dengan pandangan Clark mengenai pragmatik, Yule (1996: 5) pun mengatakan bahwa pragmatik mempelajari tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakai bentuk-bentuk itu. Mempelajari bahasa dan kajiannya adalah sebuah keharusan dalam pendekatan pragmatik, jika tidak maka makna yang terkandung dalam bahasa tersebut tidak bisa dimaknai secara sempurna. Manfaat belajar bahasa melalui pragmatik ialah bahwa seseorang dapat bertutur kata tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka dan jenis-jenis tindakannya (Yule, 2009: 5).

Pendekatan yang digunakan dalam tulisan ini adalah pendekatan linguistik antropologis.Linguistik Antropologis menafsirkan fenomena bahasa untuk mendapatkan pemahaman bahasa dan budaya penuturnya (Foley, 1997: 3). Sebagai diketahui, dalam penelitian bahasa terdapat dua pendekatan utama dalam melihat fenomena bahasa. Yang pertama, melihat fenomena bahasa yang bersifat otonom atau terpisah dari hal lain di luar bahasa. Pendekatan kedua melihat fenomena bahasa dalam kaitanya dengan hal lain diluar bahasa (Suhandano 2015: 99). 


Pembahasan

Bahasa “kalembo ade” dalam pandangan masyarakat Bima merupakan bahasa yang halus dalam pemakaianya, untuk memahami maksud dan tujuan penutur menayampaikan ungkapan “kelembo ade” adalah harus melihat konteks dalam pembicaraan. Contoh:
a.    Saya sedang menghadapi masalah finansial karena ayah sudah tidak bekerja lagi.
b.    Saya pamit dulu ya paman! doakan semoga saya menjadi orang sukses.
c.    Saya pulang duluan ya, anak saya sedang menunggu di rumah.
d.   “kalembo ade” Beginilah keadaan rumah saya, semua serba kosong.

Contoh yang pertama, lawan bicara menangkap makna dari penutur pertama bahwa sipenutur pertama  sedang tidak punya uang. Maksud penutur pertama dalam kalimat diatas adalah ingin meminjam uang. Ungkapan penolakan  halus yang diucapkan oleh lawan bicara adalah “kalembo ade”. Makna dari “kalembo ade” adalah, ‘maaf saya tidak punya cukup uang untuk membantu kamu’. Ungkapan “kalembo ade” ini cukup pendek namun artinya sangat luas dilihat dari maksud si penutur.

Contoh yang kedua, terjadi percakapan antara keponakan dan pamanya. Si keponakan bermaksud untuk berpamitan dan akan pergi untuk merantau. Si paman tahu bahwa si ponakan hendak ingin pergi merantau. Pamanya mengatakan “kalembo ade”, maksud dari “kalembo ade” ini adalah ‘si paman meminta keponakannya untuk bekerja keras agar menjadi orang sukses’.

Contoh ketiga, terjadi percakapan antara dua orang, seorang ibu dan temanya. Dari contoh diatas, temanya sudah bisa mengetahui maksud dari seorang ibu itu, bahwa dia ingin cepat-cepat pulang karena takut anaknya menangis di rumah. Respon  dari temanya itu bisa berupa ungkapan “kalembo ade” yang artinya ‘hati-hati dijalan’.  Ini merupakan afeksi atau perhatian seorang teman kepada seorang ibu tersebut.

Contoh yang terakhir, percakapan seorang teman yang  bertamu ke rumah kerabat. Dalam contoh terakhir ini, seorang kerabat yang mengataka “kalembo ade” terhadap tamunya, maksud dari ungkapan kalembo ade itu bisa di maknai sebagai ucapan maaf karena mungkin jamuan di rumahnya tidak enak atau tidak sempurna.

Dari contoh-contoh diatas bahwa bahasa Bima “kalembo ade” memiliki beragam makna dilihat dari konteks pembicaraan. Habermas mengatakan (1998: 9) bahwa teori makna adalah bagaimana meninggalkan makna dari setiap kalimat yang diucapakan dan kalimat itu akan menjadi asumsi makna. Jadi senada seperti yang dikatakan Habermes diatas bahwa, dari setiap kalimat yang diperbincangkan dari makna “kelembo ade” memilki makna yang berbeda-beda manurut asumsi dan konteks pembicaraan tersebut.

Simpulan dan Saran

Dari beberapa contoh diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa bahasa Bima “kalembo ade” memiliki makna yang luas dan unik yang bergantung pada maksud, tujuan dan konteks dari penutur amsing-masing. Jika terdapat kekurangan dari tulisan ini, mohon dimaklumi karena yang memiliki kesempurnaan hanya Allah SWT semata, saya mengharapkan jika ada saran dan perbaikan dari para pembaca mohon dikirim ke email yang tertera diatas.


Daftar Pustaka

Clark, V. Eve. 2009. First Language Acquisition. New York : Cambridge University Press

Foley, W. A. 1997. Antropological  Linguistic. Massacuttes : Blackwell Publisher Inc

Habermas. Jurgen. 1998. On The Pragmatic of Communication. Cambridge. Massacuttes : The MIT Press     

Subroto. Edi. 2011. Pengantar Studi Semantik dan Pragmatik. Surakarta : Cakrawala Media

Suhandano. 2015. LingTera vol. Mei. Leksikon Samin Sebagai Cermin Pandangan Dunia Penuturnya. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta Press

Yule. George. 1996. Pragmatics. Oxford University press


Penulis: Arif Bulan
Email: arifbulan1@gmail.com

0 komentar:

Posting Komentar